SorotMalang : Polres Malang sudah menangani 52 kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam rentang waktu Januari sampai Juli 2023.Jumlah tersebut bisa terus bertambah sampai Desember 2023. Sementara itu, kasus kekerasan seksual terhadap anak pada 2021 sebanyak 62 kasus, dan tahun 2022 sebanyak 58 kasus.
Terdapat perbedaan dalam jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan ke Polres Malang dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang.
Data dari DP3A Kabupaten Malang menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan seksual pada anak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2021 terdapat 13 kasus, tahun 2022 meningkat menjadi 34 kasus, dan pada semester pertama tahun 2023 mencapai 49 kasus.
Aipda Erleha, Panit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Malang, menyatakan bahwa mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan keluarga atau rumah. Namun, dia juga menjelaskan bahwa kasus yang ditangani oleh Polres Malang lebih banyak terjadi di luar lingkungan rumah.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab anak menjadi korban kekerasan seksual. Salah satunya adalah faktor keluarga, seperti keluarga yang tidak utuh (broken home) atau anak yang ditinggal orang tua untuk bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW). Faktor lainnya adalah anak diasuh oleh kerabat dekatnya, bukan oleh orang tua kandung.
Polres Malang secara aktif melakukan sosialisasi untuk mengurangi jumlah kasus kekerasan seksual pada anak. Sosialisasi ini dilakukan di berbagai tempat seperti sekolah, pesantren, dan lembaga lainnya. Polres Malang juga bekerja sama dengan DP3A Kabupaten Malang dalam memberikan dukungan kepada korban, termasuk penyediaan psikolog dan pendampingan.
Arbani Mukti Wibowo, Kepala DP3A Kabupaten Malang, menjelaskan bahwa peningkatan jumlah kasus kekerasan pada anak disebabkan oleh semakin banyaknya korban yang berani melapor. UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPA di setiap kecamatan. Saat ini sudah ada 24 Satgas PPA yang bertugas memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan mendampingi korban agar berani melapor.
Meskipun sosialisasi belum sepenuhnya efektif, hasilnya sudah terlihat dalam peningkatan jumlah laporan korban. Satgas PPA juga memberikan pendampingan kepada korban. Jika kekerasan seksual mengakibatkan luka fisik, kasusnya akan diserahkan kepada pihak kepolisian.
Arbani menambahkan bahwa pelaku kekerasan seksual umumnya berasal dari lingkungan dekat, seperti orang tua, guru ngaji, pacar, ayah tiri, dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, pelaku kekerasan seksual adalah guru ngaji.
Sementara itu, kekerasan seksual juga dapat terjadi di berbagai tempat, termasuk pondok pesantren, sekolah, tempat umum, dan rumah. Menurut Arbani, lingkungan pesantren dapat menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual karena suasana yang memungkinkan pelaku kehilangan kendali.
“Suasana di pesantren dapat memungkinkan pelaku menjadi dekat sehingga kehilangan kendali,” ungkapnya.
Melalui kerja sama antara Polres Malang dan DP3A Kabupaten Malang, serta upaya sosialisasi yang lebih lanjut, diharapkan jumlah kasus kekerasan seksual pada anak dapat terus ditekan dan korban mendapatkan dukungan yang sesuai.